Kabar Dari Mandor

Makam Juang Mandor dengan luas lebih dari 20 hektar terletak di kecamatan Mandor, kabupaten Landak, ± 88 km dari kota Pontianak. Lebih dari 10 tahun silam, kawasan wisata sejarah ini banyak dikunjungi turis baik asing maupun domestik. Para pelajar dan mahasiswa juga terkadang melakukan riset disekitar makam juang. Namun mengapa sekarang Mandor justru terlihat lengang?

Sejarah di balik Sejarah

Sekitar tahun 1942-1945 terjadi pembantain massal masyarakat Kalimantan Barat (KalBar) di mandor.Menurut Pak Samad, salah seorang ahli kunci makam juang mandor, pada saat itu ratusan bahkan ribuan masyarakat yang tidak hanya berasal dari KalBar dikumpulkan dikawasan makam. Mereka kemudian disuruh membuat sebuah kolam dengan ukuran besar yang nantinya menjadi tempat pembataian bagi diri mereka sendiri.”Salah bila kita menganggap Jepang yang membunuh pribumi. Karena sebenarnya, justru rakyat kita sendiri yang membunuh sesama pribumi atas perintah Jepang, lalu kemudian turut dibunuh untuk menghilangkan bukti.” demikian tuturnya.

Lebih lanjut Pak Samad menceritakan bahwa sebelum penduduk dieksekusi, mereka di kumpulkupan dalam perkemahan di salah satu areal makam juang mandor itu sendiri. Keesekon harinya, setelah beramai – ramai menyembah matahari layaknya penganut agama sinto, barulah rakyat tak berdosa ini di pekerjakan untuk membuka lahan hutan dan mulai menggali kolam.

Hal ini terus berulang hingga beberapa kali. Kolam – kolam berisi mayat itulah yang kini menjadi 10 buah makam yang berada di mandor. ”Kolam – kolam penuh mayat itu tadinya tidak ditutup sama sekali sehingga membuat tulang – tulang yang berada didalamnya bertebaran karena dibawa binatang liar. Tulang – tulang itulah yang kemudian menjadi petunjuk ditemukannya tempat ini.” tambah Pak Samad.

Wisata Sejarah

Berdasarkan artikel yang beredar di internet Senin, 7 Juli 2008, Pasca kerusuhan antar etnis yang terjadi pada tahun 90-an, suasana di komplek Makam Juang Mandor terlihat lengang. Tidak ada lagi wisatawan yang berkunjung selain para pelajar dan mahasiswa. Yang lebih menyedihkan, disalah satu areal makam terdapat danau besar bekas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Sumber lain menyebutkan, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KalBar Tri Budiarto menyatakan, sedikitnya ada 12 kelompok PETI yang hingga kini masih beroperasi di kawasan itu yang bekerja dengan menggunakan mesin diesel sehingga laju kerusakan lingkungan di sana berlangsung cepat. Diperkirakan, setiap harinya masing-masing kelompok memproduksi tujuh gram emas serta menggunakan zat berbahaya, merkuri, sebanyak tujuh gram untuk mengolahnya.

Menurut Sudarto, penambangan emas sudah ada di wilayah Mandor hingga Monterado sejak tahun 1830. Sebelumnya, penambangan emas itu hanya di sekitar sungai. Setelah kandungan emas di sekitar sungai itu menipis, mereka mulai masuk ke hutan, temasuk di kawasan Makam Juang Mandor. Akibat ulah tidak bertanggung jawab ini, tanah disekitir PETI jadi tandus dan air di danaunya kini tercemar merkuri sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi.

”Kompleks Makam Juang Mandor kini sudah menjadi jalan umum yang sering dilalui warga untuk pergi dan pulang dari kebun. Maka dari itu pemerintah sudah merencanakan untuk memasang pagar keliling di kawasan makam agar tidak lagi menjadi jalan umum.” demikian ungkap Pak Samad.

Mandor Dahulu dan Yang Akan Datang

Bukan hal yang mustahil bila kita ingin Makam Juang Mandor kembali menjadi tujuan wisata sejarah yang diminati para turis. Suasana alam yang asri dan nyaman tentu bisa menjadi nilai jual tersendiri bagi kawasan mandor. Hanya saja, tentu harus ada penambahan fasilitas untuk bersaing dengan objek wisata lainnya di KalBar. Maka dari itu, dalam rangka mendukung program Visit KalBar 2010 yang dicanangkan pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, perlu ada perubahan dengan lebih cermat dan cepat pada kawasan makam ini untuk mengembalikan Makam Juang Mandor sebagai salah satu objek wisata sejarah yang di minati pengunjung. Misalnya, pengadaan tempat – tempat penjualan souvenir dari mandor, atau penyewaan kendaraan bebas polusi untuk berkeliling kompleks makam mandor seperti sepeda atau delman. Keberadaan alat transportasi ini tentu akan sangat membantu pengunjung untuk berpindah dari satu makam ke makam lainnya yang berjarak lumayan jauh.

Danau mati yang terbentuk akibat PETI juga menyuguhkan pemandangan yang menakjubkan. Yang perlu diperhatikan adalah, perumahan penduduk yang kurang teratur. Untuk menyikapi hal ini, Pemda bersama lembaga berkait dapat menyediakan lahan khusus bagi warga untuk bertempat tinggal di lingkungan Mandor agar keadaan dapat lebih rapi dan terkontrol. Sementara untuk kawasan hutan yang tampak kurang rapi, Pemda dapat mensiasatinya dengan membangun arena bermain yang tetap dapat menjaga kelestarian hutan seperti Arena Beramain Outbound. Disamping bermain, anak – anak juga dapat diajak untuk lebih mendekatkan diri dengan alam sambil diberi pengetahuan seputar tragedi mandor. Dengan demikian, diharapkan generasi muda tidak lagi buta akan sejarah lokal seperti yang saat ini dialami sebagian masyarakat Pontianak pada umumnya.

Comments

Popular Posts