Pendidikan Kematian; Kematian dan Kehidupan Setelah Mati


“Semua manusia sedang tidur, ketika mati baru ia terbangun”


Sedikit kutipan sebelum memulai materi ini, dari sebuah puisi berjudul “KENYATAAN YANG MENYENTAK”, oleh B.J. Habibie untuk Ainun Habibie


Kematian membebaskan roh dari kurungan jasad selama di dunia. Sehingga dengan kematian itu menjadikan roh kembali pada Sang Penciptanya. Namun keadaan roh setelah perpindahan dari badan sangat ditentukan oleh perkembagannya selama berada dalam badan. Keadaan roh setelah mati ditentukan oleh perkembangannya selama di hidup di dunia. Jika roh berkembang sesuai dengan fithrahnya dan mengejawantahkan sifat-sifat Ilahiah dalam perbuatannya, maka ia akan sehat, seimbang dan bahagia. Namun jika ia berkembang secara menyimpang dari fitrahnya, maka ia akan sengsara dan menderita.



A. kematian dan kehidupan setengah mati

Menurut Wikipedia Indonesia, kematian adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan.
Istilah lain yang sering digunakan adalah meninggal, wafat, tewas, atau mati.
Penyebab kematian:

• Seiring penuaan usia makhluk hidup, tubuh mereka akan perlahan-lahan mulai berhenti bekerja.

• Jika tubuh tidak mampu melawan penyakit, atau tidak diobati.

• Kecelakaan seperti tenggelam, tertabrak, dan terjatuh dari ketinggian.

• Lingkungan dengan suhu yang sangat dingin atau yang terlalu panas.

• Pendarahan yang diakibatkan luka yang parah.

• Kekurangan makanan, air, udara, dan perlindungan.

• Diserang dan dimakan (pembunuhan).

• Infeksi dari gigitan hewan berbisa maupun hewan yang terinfeksi virus berbahaya.

• Kematian disaat tidak terbangun dari tidur.

• Kematian sebelum lahir, karena perawatan janin yang tidak benar.

by wikipedia


Sementara itu kehidupan sendiri –kembali menurut wiki- merupakan fenomena atau perwujudan adanya hidup, yaitu keadaan yang membedakan organisme (makhluk hidup) dengan benda mati.


Jadi yang dimaksud dengan hidup setengah mati ialah mereka yang secara formal hidup, akan tetapi tidak membawa manfaat dan kontribusi bagi kehidupan layaknya mati.



B. pengalaman mendekati kematian

Mary Jo Rapini adalah psikolog klinis yang mengalami hal tersebut. Didampingi oleh Dr Jeffrey Long yang pernah melakukan studi terhadap 1.300 kasus 'Near Death Experience', Rapini menceritakan kisahnya.
"Saya banyak menangani pasien kanker dan mereka selalu bercerita tentang pengalamannya mendekati kematian. Tapi saya selalu menganggap cerita tersebut sebagai efek reaksi medis atau halusinasi," .
Hingga pada April 2003, kejadian itu ia alami sendiri. Menurut Rapini, saat itu ia mengalami pembengkakan pembuluh darah dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Keadaannya sangat parah sampai harus berada di ruang gawat darurat selama 3 hari.
"Semua dokter langsung panik dan mengelilingi saya. Mereka memasukkan berbagai macam alat medis di tubuh saya dan menelepon suami saya," tutur Rapini.
"Hingga tiba-tiba, saya melihat sebuah cahaya yang sangat terang. Cahaya ini berbeda dari cahaya biasanya dan terus berkembang membesar. Lalu saya bertanya-tanya, cahaya apa itu? Saya pun memasuki cahaya itu," jelasnya.
Rapini pun masuk ke dalam terowongan cahaya itu. Menurutnya, di sana ia melihat ruangan yang sangat indah dan bertemu dengan Tuhan. Ia berkata saya tidak bisa tinggal dan harus kembali lagi ke dunia. Rapini kemudian protes.
"Kenapa saya tidak bisa tinggal disini? Padahal saya sudah menjadi istri dan ibu yang baik. Saya juga sudah merawat pasien kanker tiap harinya," ujarnya.
Menurut penuturan Rapini, sang Pencipta memintanya kembali ke dunia untuk melakukan hal yang lebih baik dari itu.
Pengalaman Near Death Experience yang diceritakan Rapini ternyata sama dengan pengalaman-pengalaman lainnya yang pernah dianalisa Dr Jeffrey Long.
"Ternyata hampir semua orang yang pernah mendekati kematian punya cerita yang sama, baik mereka pernah dengar sebelumnya atau tidak pernah," kata Dr Long.

by BlogNeForFree


Demikian tadi hanyalah salah satu pengalaman mendekati kematian yang dipublikasikan.
Istilah Near Death Experience (NDE) sendiri dicetuskan pertama kali oleh Raymond Moody pada tahun 1975 dalam buku “Life after Life” (Moody, 1976). Buku ini merupakan buku pertama dalam studi tentang NDE di seluruh dunia. Istilah NDE dipilih, setelah Moody melakukan wawancara dengan 150 orang yang menceritakan suatu pengalaman yang disebutnya “pengalaman mendekati kematian” (Near Death Experience atau NDE). Penelitian Moody terhadap sejumlah orang tersebut diawali dengan suatu peristiwa kebetulan di tahun 1965 ketika Moody masih menjadi mahasiswa filsafat di University of Virginia. Ia bertemu dengan seorang profesor psikiatri yang menceritakan pengalamannya saat “mati”.

Pengalaman-pengalaman yang diceritakan terkesan sulit dipercaya. Profesor itu bernama George Ritchie yang kemudian pada tahun 1986 menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku yang berjudul “Return from Tomorrow”. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Aku pernah Mati” (Ritchie, 1999).

Sejak itu Moody sangat terkesan dan tertarik dengan pengalaman mendekati pengalaman tersebut. Setelah menyelesaikan studi doktoralnya, Moody mulai meneliti pengalaman-pengalaman orang yang sudah dianggap mati secara klinis. Moody kemudian mewawancarai 150 orang yang pernah mengalami mendekati kematian tersebut.. Subjek penelitiannya dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

a. Subjek yang telah dinyatakan mati secara klinis oleh dokter. Mati klinis adalah kondisi dimana nafas dan denyut jantung seseorang berhenti tapi masih memungkinkan untuk diaktifkan kembali dengan alat pacu jantung (Williams, 2006). Soeboer (2005) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mati klinis adalah suaatu periode ketidaksadaran yang disebabkan oleh tidak tercukupinya suplai darah ke otak karena sirkulasi darah yang tidak mencukupi, pernapasan atau keduanya.

b. Subjek mengalami kecelakaan atau sakit parah dan kondisinya mendekati kematian.

c. Subjek pernah mati dan menceritakan pengalamannya kepada orang lain kemudian orang lain ini menceritakannya ke Moody. Dengan kata lain, Moody mendapatkan data sekunder dari pihak ketiga (significant others).

Berdasarkan pengkategorian kelompok subjek tersebut, Moody memfokuskan pada kelompok pertama dan kedua, sedangkan kategori ketiga hany bersifat melengkapi. Hal ini dilakukan dengan beberapa alasan. Pertama, mereduksi jumlah kasus sekaligus mempermudah pengaturan kasusnya. Kedua, mendasarkan informasi lebih pada data primer (kategori 1 dan 2). Berdasarkan wawancara yang dilakukan, pengalaman kelompok subjek ke-1 (sudah dinyatakan mati klinis) bersifat lebih dramatis dibandingkan dengan kelompok ke-2 (kondisi kecelakaan mendekati kematian). Selain itu, kasus pada kelompok ke-2 tidak berbeda dengan kelompok ke-1. Hanya saja kondisinya bersifat kontinum dari kelompok ke-2 ke kelompok ke-1.

Studi yang dihasilkan Moody menghasilkan beberapa kesimpulan umum, antara lain:

a. Tidak ada pengalaman NDE yang sama antara satu orang dengan orang lain.

b. Tidak ada seorangpun yang menceritakan suatu pengalaman tunggal. Biasanya mengalami berbagai peristiwa lebih dari satu.

c. Tampaknya beberapa elemen pengalaman yang muncul dalam cerita subjek bisa menjadi suatu hal yang universal.

d. Setiap elemen pengalaman tersebut muncul dalam cerita yang berbeda-beda.

e. Tingkatan atau level pengalaman yang dialami subjek berbeda-beda dan sangat bervariasi.

f. Subjek yang telah dinyatakan “mati” memiliki pengalaman yang lebih beragam dibandingkan subjek yang hanya “mendekati kematian”. Selain itu semakin lama periode NDE seseorang, pengalamannya semakin mendalam.

g. Beberapa subjek tidak bisa mengingat dengan hal-hal yang berkaitan dengan “kematian”nya.

h. Moody merasa tidak bisa menceritakan pengalaman subjeknya dengan lengkap, karena terdapat perubahan maknsa (walaupun kecil) dari ungkapan verbal subjek menjadi bentuk tulisan penliti.


Long (dalam Soeboer, 2005) mencoba mendefinisikan NDE sebagai sebuah pengalaman yang benar-benar hidup yang berasosiasi dengan kesadaran subjek bahwa dirinya keluar dari tubuh fisiknya pada suatu waktu tertentu atau pada saat dirinya merasa terancam akan kematian yang menghampirinya. Dikatakan sebagai pengalaman yang hidup karena pengalaman yang terjadi berasosiasi dengan kesadaran secara penuh dan bahwa kejadian tersebut memiliki pemahaman yang jelas. Definisi ini tidak meliputi kesadaran seperti mimpi dan pengalaman mengganggu yang berasosiasi dengan penggunaan obat-obatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud NDE adalah suatu pengalaman subjektif yang dialami seseorang yang mendekati kematian atau berada dalam situasi yang mengancam hidupnya dan berasosiasi dengan kesadaran khusus subjek termasuk elemen-elemen yang spesifik seperti pengalaman keluar dari tubuh, perasaan yang menyenangkan, melihat sebuah terowongan, bertemu anggota keluarga yang telah meninggal atau mengalami paparan ulang atas kehidupannya.(MF).

by Muhammad Fakhrurrozi@hatikita.com


C. proses kematian

Proses sakaratul maut bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang. Mustafa Kemal Attaturk, bapak modernisasi (sekularisasi) Turki, yang mengganti Turki dari negara bersyariat Islam menjadi negara sekular, dikabarkan mengalami proses sakaratul maut selama 6 bulan (walau tampak dunianya hanya beberapa detik), seperti dilaporkan oleh salah satu keturunannya melalui sebuah mimpi.

Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kezhaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak. Demikianlah rencana Allah. Wallahu a’lam bis shawab.


Sakaratul Maut Orang-orang Zhalim

Imam Ghozali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim as untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang zhalim. Allah SWT pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut sebagai seorang pria besar berkulit legam, rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu didepan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim as pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Ibrahim as pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu.


Sakaratul Maut Orang-orang Yang Bertaqwa

Sebaliknya Imam Ghozali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum.
Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan surga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, “Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu”. Wallahu a’lam bish-shawab.

by Arrahmah@youropportunityplace.net


D. kehidupan setelah mati

Bagi sebagian kalangan, reinkarnasi dikenal sebagai satu kehidupan baru setelah kematian.

Reinkarnasi (dari bahasa Latin untuk "lahir kembali" atau "kelahiran semula") atau t(um)itis, merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu.

Terdapat dua aliran utama yaitu pertama,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan terus menerus lahir kembali. Kedua,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan berhenti lahir semula pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan (moksha). Agama Hindu menganut aliran yang kedua.

by wikipedia


Sementara itu dalam Islam, kehidupan setelah mati adalah kehidupan sebenanya yang akan kita jalani. “Semua manusia sedang tidur, ketika mati baru ia terbangun” demikianlah ungkapan Rasulullah yang sering dikutip oleh kaum Sufi.

Allah menggambarkan sifat sementara dunia ini dalam banyak ayat Al Qur'an dan menegaskan bahwa tempat tinggal manusia yang sebenarnya adalah di akhirat. Manusia yang diuji di dunia ini suatu hari akan diambil melalui kematian, sehingga memulai kehidupan barunya di akhirat. Inilah hidup tanpa akhir. Di kehidupan yang abadi, jiwa manusia tidak akan hilang. Allah menciptakan nikmat yang tak terhingga di dunia ini. Dia menciptakan kehidupan di dunia ini untuk melihat bagaimana kita berbuat untuk mensyukuri nikmat yang kita peroleh. Sebagai pahala atau siksa, Allah juga menciptakan surga dan neraka.


E. pendidikan kematian.

Beberapa pendidik menyatakan pentingnya anak didik diberi pendidikan tentang kematian (death education), agar mereka dapat lebih mempersiapkan pribadi yang mengerti dan menyadari pentingnya kehidupan di dunia.

Pendidikan ini dapat diberikan lebih dini, untuk menghindari kesalahpahaman tentang kematian. Anak yang memiliki orangtua yang berada dalam penyakit terminal,misalnya, sebaiknya telah dipersiapkan untuk menghadapi rasa kehilangan orangtua, bisa dengan memberinya gambaran jika binatang peliharaan meninggal, atau lainnya.

Pertanyaan anak tentang kematian, sebaiknya dijawab dengan jujur, walau tidak perlu lengkap. Dan pemahanan tentang kematian dapat diberikan sejalan waktu.
Lima Tahap

Pendidikan untuk menghadapi kematian menjadi penting, terutama bagi mereka yang menghadapi penyakit kronis atau terminal. Elizabeth Kubbler-Ross (1969) mengidentifikasi pentingnya melakukan konseling untuk lebih memnyiapkan seseorang yang tengah menghadapi kematian.

Berdasarkan penelitiannya terhadap pasien yang menghadapi penyakit dengan vonis kematian (penyakit terminal), Kubbler-Ross merumuskan teori “Lima Tahap Menuju Kematian” (Five Stages of Dying). Yaitu penyangkalan dan pengasingan (denial and isolation), kemarahan (anger), tawar menawar (bargaining), depresi (depression) dan penerimaan (acceptence).

Menurutnya, sikap tidak putus harapan, penting dalam aspek setiap tahap ini. Harapan seseorang dapat membantunya melewati saat-saat yang sulit.

Pertama, penyangkalan dan pengasingan (denial and isolation), yang merupakan respon keterkejutan sementara pasien terhadap berita buruk. Pengasingan muncul dari beberapa orang, bahkan anggota keluarga. Orang dapat kembali pada tahap ini, ketika mendengar perkembangan baru atau merasa bahwa dirinya tak lagi dapat bertahan lebih lanjut.

Kedua, kemarahan (anger) yang tertuang dalam berbagai ekspresi. Seperti kemarahan kepada Tuhan, “Mengapa harus saya?” Dan menganggap orang lain lebih pantas menerima cobaan itu. Atau kecemburuan pada orang lain, yang menghasilkan kecenderungan tidak peduli, berupaya menikmati hidup karena merasa akan segera meninggal, atau cemburu kepada orang lain tidak menghadapi kematian. Juga proyeksi kepada lingkungan, berupa kemarahan kepada dokter, perawat atau keluarga.

Ketiga, tawar menawar (bargaining). Tahap yang singkat ini sering terjadi antara pasien dan Tuhannya. Seperti berjanji akan berbuat baik jika Tuhan menanggapi aduannya, atau meminta untuk menunda kematian, “Jika saya dapat hidup, maka saya akan berbuat untuk …”

Keempat, depresi (depression) yang terjadi akibat duka karena kehilangan. Bisa berupa depresi reaktif karena kehilangan sesuatu di masa lalu, seperti pekerjaan, hobi, mobilitas dan lain-lain. Dapat juga berupa depresi preparatorik, atau kehilangan sesuatu yang belum terjadi. Seperti kegagalan mencapai cita-cita, ketergantungan keluarga kepadanya, dan lain-lain.

Kelima, penerimaan (acceptence). Tahap ini bukan tahap yang membahagikan, yang biasanya disertai kekosongan perasaan. Beberapa orang ada yang sampai tahap ini, dan ada yang tidak. Pada dasarnya, orang akhirnya akan pasrah menyerah, karena kematian tak dapat dihindari.


Kritik Teori

Teori tahapan Kubbler-Ross ini banyak dikritik para ilmuwan lain. Katenbaum menyatakan, walau gejala ini muncul, tak ada bukti penahapan dalam respons mekanisme pertahanan diri menghadapi kematian. Sebab, pasien dapat menunjukkan reaksi berbeda dalam tahap yang berbeda, dan dapat mengalami emosi yang tidak disebutkan Kubbler-Ross.

Keunikan dan pengalaman individu dapat memainkan peran dalam tahapan ini. Selain itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi sikap terhadap kematian. Lingkungan yang mendukung akan berbeda dengan lingkungan yang tidak.

Namun, Kubbler-Ross mengakui adanya respons pertahanan psikologis orang yang menghadapi kematian, untuk menerima berita kematian karena pengaruh masyarakat. Pengertian dan kasih sayang dibutuhkan bagi mereka yang sedang menghadapi kematian.
Charles A. Corr mencoba mengatasi kelemahan teori Kubbler-Ross dengan menyatakan, seseorang dapat menggunakan berbagai strategi pertahanan psikologis yang bersifat individual. Perbedaan stategi pertahanan diriorang yang menghadapi kematian, seperti perbedaan kebutuhan dan pekerjaan yang dianggap penting oleh masing-masing individu.
Corr menekankan, pentingnya pemberdayaan orang yang menghadap kematian, juga mereka yang merawatnya. Orang yang didiagnosis memiliki penyakit terminal, masih tetap bisa hidup dan melakukan aktivitas keseharian, namun harus menyesuaikan diri dengan penyakitnya.

Mereka yang merawatnya juga harus tahu bagaimana berhadapan dengan masalah, tekanan dan hal-hal lain terkait orang yang menghadapi kematian.
Debbie Messer Zlatin mencoba melihat bagaimana orang yang menghadapai kematian menerjemahkan kenyataan yang dihadapinya. Dalam sebuah penelitian eksploratif, Zlatin mewawancarai pasien penyakit terminal, dan ia temukan adanya variasi yang berbeda dari tema kehidupan (life themes).
Misalnya, seorang perempuan yang merasa dirinya sebagai pejuang kebenaran yang sabar, dapat lebih terintegrasi menghadapi penyakit terminalnya, karena ia merasakan jati diri dan makna kehidupannya.

Zlatin juga menyatakan terdapat perbedaan antara mereka yang memiliki integrasi dalam tema kehidupannya, dengan yang tidak. Tema kehidupan tertentu juga lebih penting bagi orang perorang. Jika orang yang mengalami penyakit terminal memahami tema kehidupan dirinya, maka ia akan lebih mudah untuk dirawat.

Pentingnya tema kehidupan juga ditunjukkan oleh William McDougall, seorang psikolog sosial, yang mengulas tentang penyakit terminal yang dideritanya. Sebagai ilmuwan, ia menemukan bahwa dirinya merasa lebih terinspirasi secara intelektual ketika penyakitnya menghebat.


Pandangan Islam

Islam telah mengajarkan bagaimana pengikutnya menghadapi kematian. Tema kehidupan umat Islam adalah mengharap ridha Allah SWT. Allah menjadi satu-satunya tujuan hidup, hingga keseluruhan kehidupan manusia merupakan ibadah kepada-Nya.
Umat Islam juga dianjurkan untuk sering mengingat bahwa usia seseorang ada batasnya.

Dengan demikian, ia akan lebih siap ketika kematian menjemput. Ia akan berusaha berbuat baik dan menghindarkan diri dari perbuatan dosa. Amalan yang baik juga akan meringankan sakit saat menghadapi kematian.

Rasulullah SAW bersabda, “Perbanyaklah mengingat kematian. Seorang hamba yang banyak mengingat kematian, maka Allah akan menghidupkan hatinya dan diringankan baginya sakit kematian.” (HR. ad-Dailami)

Dalam hadits lain dinyatakan: Seorang Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna bagiku di sisi Allah.” Rasulullah menjawab, “Perbanyaklah mengingat kematian, maka kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia. Dan hendaklah kamu bersyukur, sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Allah. Dan perbanyaklah doa. Sesungguhnya kamu tak tahu kapan doamu akan terkabul.” (HR. Thabrani)
Namun Islam juga melarang seseorang untuk mengharap atau mempercepat kematian. Dalam sebuah hadits, Rasulullah mengutuk seseorang yang melukai tetangganya karena ingin mempercepat kematiannya. Orang Islam juga dilarang berdoa atau berharap dipercepat kematiannya.

“Janganlah seorang di antara kalian sekali-kali mengharap kematian. Jika ia merasa seorang yang berdosa, maka hendaklah meminta ampun. Jika ia orang yang baik, hendaklah ia menambah bekalnya.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Baihaqi, dan Nasa`i) Juga sabda beliau SAW, “Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang panjang umurnya dan baik pula amalnya.” (HR. Tirmidzi)

Ini memperlihatkan bahwa Islam mendorong seseorang untuk mengisi hidupnya untuk melakukan perbuatan yang berarti. Dan kematian harus dilihat dari sisi positif.
Islam juga mengajarkan umatnya untuk menerima kematian sebagai jalan menuju eksistensi yang lebih baik di akhirat. Umat Islam diajarkan untuk mengharap kematian (ash-shawq ilâl-maut) dengan akhir kehidupan yang baik (husnul-khâtimah).
Sebab, kematian merupakan kesempatan untuk memikirkan dan mengingat kehidupan lain setelah mati. Hal ini dapat membuat seorang muslim harus mempersiapkan diri lebih baik, dengan banyak melakukan perbuatan baik.

Keinginan untuk mati (tamannîl-maut), dalam Islam dianggap hal yang negatif, karena orang menjadikan kematian sebagai pelarian dari penderitaan fisik maupun psikologis yang dihadapinya. Diharamkan mengharap kematian (isti`jâlul-maut, tamannîl-maut), bahkan dianggap akan membuat pelakunya keluar dari Islam.

Dalam Islam, kematian merupakan cobaan dan musibah, yang melibatkan tak hanya orang yang meninggal, tapi juga kerabat dan Sahabat yang ditinggalkan. Ketakutan menghadapi kematian merupakan dasar sifat manusia yang pasti khawatir dengan sesuatu yang tidak ia ketahui, atau terhadap hal yang tidak berada di bawah kendali kemanusiaannya.
Namun ketakutan ini dapat diatasi dengan berserah diri kepada Allah. Dan umat Islam diajarkan agar berupaya meninggal dalam keadaan Islam. Ketakutan ini juga dapat diatasi dengan mendekatkan diri kepada Allah, dan menyadari bahwa hanya Dia yang merupakan tujuan hidup manusia.
by majalahqalam.com




***


Refrensi:

o http://majalahqalam.com/artikel/artikel-pendidikan/pendidikan-kematian/

o http://i1.scribdassets.com/ads/DocPage_BetweenPage.html

o http://www.scribd.com/doc/3948434/KEMATIAN-DAN-HIDUP-SETELAH-MATI

o http://id.wikipedia.org/wiki/Reinkarnasi

o http://youropportunityplace.net/laman-nurani/fiqh/373-proses-kematian.html

o http://hatikita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=52:near-death-experience&catid=10:psikopedia&Itemid=6

o http://id.wikipedia.org/wiki/Kematian

o http://id.wikipedia.org/wiki/Kehidupan

o http://blogneforfree.blogspot.com/2010/03/pengalaman-mendekati-kematian-atau-near.html

o http://muhammadirfani.wordpress.com/2010/05/30/kematian-bukanlah-ketiadaan/


Note:
All accessed on October, 27 and 28 2010

Comments

Popular Posts