Injured Heart Part 8
=============
Yoon’s side
Rasya masih saja menutup matanya. Padahal sudah lewat 3 hari gadis kecil itu terbaring ditempat tidur rumah sakit. Bulu matanya yang panjang terlihat begitu pilu dimatanya yang terkatup rapat.
Yoon hanya bisa menatap tubuh lemah dihadapannya dengan sedih. Entah kenapa ia tak tega pulang ke Indonesia begitu saja disaat orang yang sudah dianggap adiknya itu terkulai tak berdaya. Dengan berat hati ia memutuskan untuk tetap tinggal di Korea hingga kondisi Rasya membaik. Untunglah keluarganya mengerti. Untung pula Ricky, calon tunangannya itu mengerti. Lelaki itu bahkan rela menemaninya.
“Ta,,, kita makan dulu yuk. Kamu kan belum makan dari pagi. Sekarang sudah hampir jam makan siang lho. Jangan sampai kamu ikutan sakit. Nanti jadi susah menjaga anak itu.”
Ricky menepuk bahwa Yoon lembut. Sudah sejak semalam ia menemani Yoon menjaga Rasya. Sungguh lelaki yang bisa diandalkan.
Oh ya, soal panggilan ‘Ta’. Semua orang di Korea memang selalu memanggil dengan nama Yoon. Makanya agak sedikit aneh kalau Ricky memanggilnya Ta. Tapi sebenarnya nama asli Yoon adalah Natalia Yunita. Nama Yoon itu sebenarnya dari kata Yunita. Karena sudah disesuaikan dengan kondisi sekitar, maka jadilah Yoon itu. Well, mungkin memang aneh disaat seperti ini malah menjelaskan masalah nama. Tapi tak apalah untuk sekedar informasi.
“Eum,, tapi tak ada yang menjaga Rasya saat ini..”
Yoon sedikit ragu
“Atau kau mau kubelikan saja makanannya. Biar nanti makan disini saja”
Seulas senyum tersungging diwajah Yoon yang mulai kusut karena kurang tidur. Tadi malam memang ia memaksa kedua orang tua Rasya untuk pulang beristirahat. Tak tahunya malah ia yang terlihat kurang istirahat.
Ricky beranjak dari tempatnya hendak keluar. Sebelum ia membuka pintu, Yoon memanggilnya.
“Ki!!”
“Apa?”
“Terima kasih”
Ricky hanya tersenyum dan berbalik lagi. Senyum yang sangat manis. Ada yang membuat Yoon merasa tenang setiap melihat senyum itu.
=============
Yoon's Side
Ruangan ini benar-benar sunyi. Hanya suara detak jam yang terdengar. Tirai putih didepan mataku seperti penari bisu. Terus bergoyang bersama angin yang sesekali masuk. Tambahan lagi, bau antiseptic khas rumah sakit terus memaksa masuk kedalam hidung bersama aliran oksigen. Benar-benar menyiksa. Waktu seolah berjalan sangat lama. Meski begitu, jarum jam tepat menunjuk pukul 2 siang kini. Setengah jam yang lalu, setelah menemaniku makan, Kiki (sebenarnya namanya Ricky) kembali ke hotel tempatnya menginap. Butuh usaha keras juga untuk membujuknya pergi. Soalnya ia bersikeras tak mau meninggalkanku sendiri. Tapi bagaimanapun, masih ada pekerjaan yang haru diselesaikannya.
“Silyejiman..”
Suara derit pintu yang dibuka membuyarkan dunia heningku. Seketika kubalikkan badan, melihat siapa yang datang.
“Hi, Yoon!!”
Ternyata 13 orang yang kukenal. Ada LeeTeuk, HeeChul, sampai KyuHyun oppa. Semuanya datang. Untung saja kamar ini cukup luas. Jadi ke13 laki-laki bertubuh besar itu bisa muat masuk kedalam.
“Sendiri saja Yoon?”
LeeTeuk oppa yang masuk paling duluan berjalan menuju meja kecil disamping tempat tidur Rasya. Ia membawa keranjang buah.
“Ne, oppa. Sebentar lagi orang tua Rasya datang.”
Tak lama, kami terlibat dalam percakapan. Topiknya biasa saja sih. Tak jauh beda seperti saat kami ngobrol diruang make up kantor SM selama ini. Dari semuanya, EunHyuk tampak sedikit berbeda. Ia yang biasa paling ribut jadi tenang sekali. Ia hanya terus memandang Rasya yang tak kunjung sadar. Kemudian ia tiba-tiba bediri.
“Aku,, beli minum dulu. Ada yang mau nitip?”
Tanya EunHyuk. Tapi semua menggeleng. Maka ia keluar begitu saja.
“Yoon-ssi, maaf sebelumnya. Tapi bisakah kita bicara sebentar?”
Kali ini gentian LeeTeuk yang bereaksi tiba-tiba. Ia kemudian mengajakku keluar.
LeeTeuk oppa, seperti biasa, ia selalu yang paling mengkhawatirkan dongsengnya. Kali ini ia minta bantuanku untuk menyemangati EunHyuk. Katanya EunHyuk merasa sangat bersalah atas kecelakaan yang menimpa Rasya. Yah, gimana enggak, Rasya seperti ini kan juga lantaran mau menyelamatkan dirinya. Meski LeeTeuk dan yang lain sudah berulang kali mencoba menghibur EunHyuk, tapi sepertinya oppa yang satu itu masih saja menyalahkan dirinya.
“Eeum,, ya. Aku mengerti oppa. Tapi aku gak janji lho, bisa banyak membantu.”
Kataku kemudian. LeeTeuk hanya mengangguk. Setelahnya aku memutuskan pergi mencari EunHyuk.
Lumayan lama juga mencarinya. Setelah berputar-putar didalam rumah sakit yang lumayan luas ini, akhirnya aku berhasil menemukannya yang saat ini tengah menatap langit di atap gedung.
“Oppa..”
Satu sapaan cukup untuk membuatnya menoleh. Ya, hanya menoleh. Setelah itu ia bagai masuk lagi kedalam dunianya sendiri. Sibuk memandangi langit yang biru itu.
“Langit itu biru sekali ya. Sangat lapang. Mamandangnya bisa membuat siapa saja merasa tenang. Tapi kadang-kadang saking tenangnya hingga ingin menitikkan air mata. Ketenangan menakutkan yang ditawarkan langit luas itu.”
Aku mengoceh tak jelas disamping EunHyuk yang berdiri kaku.
Lama sekali rasanya keheningan menyelimuti kami. Dibawah sana orang-orang terlihat bagai semut-semut yang sibuk. Hilir mudik kesana-kemari. Entah apa yang sedang mereka lakukan. Sibuk dengan dunia mereka kah?? Bila menyaksikannya dari sini, seperti menonton film bisu. Melihat semua bergerak dengan cepat, tapi tak bersuara sedikitpun. Seperti berdiri ditengah kota yang sibuk, tapi tak ada yang dapat didengar. Hanya keheningan yang memekakan telinga.
“Kau,,,,,, kapan kembali ke Indonesia?”
Tiba-tiba sebuah suara menyelamatkanku yang hampir tenggelam dalam dunia bisu tadi.
“Aku, mungkin lusa oppa. Pekerjaanku menunggu disana. Tak bisa lama-lama lagi disini.”
“Pergi begitu sajakah?”
Lama aku mencoba mencerna maksud perkataan ini.
“…. Maksud oppa?”
“Nan…”
Sesaat terlihat EunHyuk ragu melanjutkan kalimatnya. Tapi kemudian ia menatapku.
“Yoon-ssi! Saranghae…”
Satu, dua, tiga detik kami saling bertatapan. Tapi kemudian aku memalingkan wajah. Memandang kedepan. Mencoba mencari sesuatu ditumpukan awan didepan mataku. Sulit menemukannya. Karena sebenarnya akupun tak tahu apa yang kucari.
“Yoon-ssi… Tidak dengar kah? Aku bilang..”
“Arayo!!”
Potongku. Bukankah ini yang kuharapkan? Bukan situasi inikah yang selalu ku inginkan? Tapi kenapa sekarang aku takut mendengarnya? Kenapa hatiku malah sakit mendengar pernyataan EunHyuk tadi? Bukankah seharusnya bahagia?
“Tidak ada yang ingin kau katakankah? Aku bilang aku… Ya,, Yoon-ssi.. kenapa hanya diam?”
Ternyata EunHyuk tidak cukup sabar menunggu reaksiku.
“Aku, setelah pulang ke Indonesia akan segera bertunangan. Ricky. Oppa, kau juga pernah bertemu dengannya sekali.”
Sebisa mungkin kukatakan hal ini dengan wajar. Ya, harus dengan wajar.
“Mwo?”
Laki-laki ini tampak sungguh tak percaya.
“Apa gak dengar? Ku bilang aku akan.”
“Ani!! Bukan itu maksudku. Meski aku terlalu sering menyumbat telingaku dengan earphone untuk mendengar lagu, tapi pendengaranku masih normal. Tapi,, kau? Bertunangan? Bukannya kau juga suka padaku?”
What?
Orang ini apa memang lahir sepede ini?
Aku menatap kedua bola mata EunHyuk yang hitam. Sama sekali tak ada keraguan dari kata-katanya tadi. Ingin tertawa rasanya. Dia benar-benar yakin aku menyukainya?
“Aku suka sama oppa? Ya,, memang aku suka padamu. Tapi aku juga suka LeeTeuk oppa, HeeChul oppa, Kibum oppa, Kyu oppa..”
Jawabku sambil kembali mengalihkan pandangan.
“Hanya itu?”
“Ne..”
“Tidak lebih?”
“…Ne…”
“Tidak ada perasaan yang istimewa?”
“…….Ne.”
“Yoon-sii!! Anio!!! Natalia-ssi”
Aku terkejut mendengar namaku dipanggil. Selain Kiki, baru kali ini ada yang menyebut namaku di Negara ini.
“Natialia-ssinun, lihat aku. Apa benar tidak suka aku?”
Satu tarikan napas semoga cukup menguatkan hatiku. Oke diriku, tarik napas dalam-dalam… SEMANGAT!
Aku menatap EunHuk hati-hati. Sambil terus menguatkan hati. Kata-kata keluar juga dari mulutku.
“Ne… aku sayang oppa. Aku suka oppa sebagai ‘oppaku’. Gak lebih. Mianhae…”
Yang terakhir kuucapkan dengan sedikit menunduk.
“Bohong!! Kedua mata ini mana bisa membohongiku”
Oppa menunjuk mataku. Entah kenapa aku makin tidak ingin mengakui perasaanku.
=======
Yoon's Side
“Aniyo, oppa. Sungguh, tak ada rasa yang seperti kau harapkan itu.”
Sial, kenapa orang ini ngotot banget sih. Ingin rasanya ku berteriak bahwa benar aku suka dia. Suka. Sangat suka. Betapa sukanya hingga mau gila rasanya.
”Gojimalhaji ma!! Jangan Bohong, Natalia. Kau pikir sudah berapa lama aku memperhatikanmu? Sudah berapa lama aku memendam perasaanku ini? Sikapmu padaku, semuanya meyakinkanku bahwa kaupun punya perasaan yang sama.”
Tiba-tiba saja suara EunHyuk meninggi, membuatku kaget. Dan seperti ada sebuah tombol yang tak seharusnya disentuh, tertekan dalam diriku.
”A.. gereyo?? Lalu aku harus bagaimana? Ya. Aku suka padamu. Aku sangat-sangat suka padamu. Lalu aku mau apa? Kau tau oppa, Rasya mempertaruhkan nyawanya menyelamatkanmu karena dia juga menyukaimu. Lalu menurutmu aku harus bagaimana sekarang? Saranghaeyo, oppa! Jongmal Saranghae. Tapi apa yang bisa kulakukan? Daedabwa!! Jawab aku, oppa!!”
Tanpa kusadari kalimat-kalimat itu meluncur begitu lancarnya dari mulutku. Entah bagian otak mana yang menyusun kata-kata itu. Tapi semua perkataanku membuat EunHyuk mengunci mulutnya kini. Ya, laki-laki yang kini berdiri tepat dihadapanku itu hanya terdiam kini. Mungkin iya membenarkan semua yang kukatakan. Memang tak ada lagi yang bisa dilakukan.
”Mian..”
Akhirnya EunHyuk bicara setelah menghela napas panjang.
”Mianhae! Naega jhalmothae. Sorry, aku yang salah. Seandainya aku tak sepengecut ini.”
Kukira hanya aku saja yang ingin menangis saat ini. Tapi kulihat mata EunHyukpun berkaca-kaca.
”Sudahlah oppa. Tak ada lagi yang bisa dilakukan. Biarkan sajalah seperti ini.”
Aku berusaha tegar. Walau sejujurnya aku tak tahu kapan bulir-bulir hangat akan tumpah dari bendungan mataku.
"Ya,, mungkin tak ada yang bisa kita lakukan. Tapi bolehkah aku memelukmu sekali saja?”
Aku tak bisa menjawab pertanyaan EunHyuk yang satu itu. Tapi sedetik kemudian kurasakan kehangatannya. EunHyuk memelukku erat seakan ia tak rela melepasku. Aku bahkan bisa merasakan debaran jantungnya yang cepat, bersaing dengan debarku.
Rasanya nyaman berada dalam pelukan oppa. Tapi juga menyakitkan. Aku tak kuasa lagi menahan air mataku. Semuanya tumpah. Bagai air bah yang terus membasahi pipiku.
=============
Saat membuka mata, aku sempat bingung memperhatikan sekeliling. Semuanya tampak asing bagiku. Tapi kemudian, bau antisepik yang menyengat, serta suasana sekelilingku yang serba putih menyadarkanku bahwa saat ini aku berada dirumah sakit.
Kepalaku sakit. Badanku sakit. Sakit semua rasanya. Aku tetap memperhatikan sekelilingku. Sepi. Hanya suara jam yang berdetak. Jarumnya menunjukkan pukul 2 tepat. Tapi karena ruangan yang terang karena sinaran lampu, aku yakin ini dini hari. Rada takut juga. Tapi kemudian aku menangkap sosok yang menenangkanku tengah berbaring disofa tak jauh dari tempat ku berbaring kini.
Itu Yoon-ooni. Ia tidur pulas sekali.
”Rasya?? Rasya kamu sudah sadar?”
Tiba-tiba saja onni bangun dan bergegas menghampiriku. Ia lalu sibuk menghubungi dokter jaga. Wajahnya tampak lega sekali. Sepertinya ia benar-benar mengkhawartirkanku.
”Onni..”
Aku memanggil Yoon-onni agar mendekat padaku saat dokter selesai memeriksaku.
”Ya, Rasya.”
”Onni pasti mencemaskankku ya. Maaf ya onn.”
”Hh!! Kau ini bisa saja.”
Onni memukul kepalaku lembut, kemudian ia memelukku. Hangat sekali.
”Oh ya, aku sudah menghubungi orang tuamu. Sebentar lagi mereka kesini.”
Baru saja onni bicara demikian, papa dan mamaku sudah masuk dengan tergesa-gesa. Lucu banget. Aku sampai tak bisa menyembunyikan senyum lebarku.
***
Setelah berbincang cukup lama, kira-kira pukul 3.10 onni pamit pulang keapartemennya. Awalnya papa berniat mengantar. Tak baik anak perempuan berjalan didini hari begini kata papa. Tapi onni menolak. Katanya ia dijemput oleh tunangannya.
Aku kaget banget. Tak kusangka onni sudah punya tunangan. Kukira ia suka pada EunHyuk oppa, dan yang pernah diucapkannya tempo hari hanya bohong belaka. Tapi sepertinya aku salah sangka. Entah mengapa aku merasa lega.
=============
Yoon's Side
”Syukurlah Rasya sudah sadar. Jadi lusa kita bisa pulang ke Indonesia. Kalau harus pulang besok, kau pasti akan lelah banget.”
Kiki bicara sambil sesekali menatapku. Aku hanya membelasnya dengan senyuman. Rasanya tiba-tiba aku capek sekali.
”Kau mengantuk? Pasti capek banget ya. Tidurlah.”
Kiki mengusap rambutku lembut. Setelah itu aku tak ingat apa-apa lagi.
Saat bangun, aku sudah berada diapartemenku. Matahari sudah tinggi. Tapi enggan bergerak. Malas banget beraktifitas hari ini. Tapi sadar aku masih pakai baju yang kemarin, aku memutuskan untuk bersih-bersih diri dulu.
Tepat selesai aku membenahi diri, bel berbunyi. Langsung saja aku bukakan pintu.
Ternyata Kiki. Ia membawa kantung yang lumayan besar.
”Pagi Ta! Aku baru abis jogging. Sekalian kesini. Ini, ada roti dan susu. Kau pasti belum sarapan kan?”
Ucapnya seraya berjalan kearah dapur. Kami lalu sarapan bersama. Setelahnya Kiki membantuku melanjutkan beres-beres. Lusa aku akan kembali ke Indonesia. Sebagian barang-barangku sudah dikirim. Makanya apartemen ini jadi terasa amat lapang.
”Tinggal ini saja barang-barangnya, Ta?” ucapnya sambil menikmati jus yang entah didapatnya dari mana. Dari kulkasku mungkin. Habis tadi sepertinya ia tak memeli jus.
”Ya,, sedikit. Hah.. jadi gak sabar.”
”Habis ini kita kerumah sakit?”’
”Ya, aku mau pamitan sama Rasya. Besok bakal sibuk sepertinya.”
***
Saat tiba dikamar pasien tempat Rasya dirawat, ternyata sudah ada LeeTeuk, RyeoWook, juga EunHyuk oppa, semuanya dengan wajah cerah. Terutama EunHyuk oppa. Kentara sekali ia merasa benar-benar lega dan bersyukur Rasya sudah sadar. Terlebih kata dokter besok Rasya sudah boleh pulang. Well, kalau yang ini tentu atas usaha keras Rasya sendiri membujuk dokter dan orang tuanya. Sebenarnya dokter bilang ia harus istirahat dirumah sakit dua atau tiga hari lagi, tapi dengan alasan sudah bosan dengan bau rumah sakit, ia bersikiras mau pulang.
”Onni!!”
Rasya menyambutku dengan sapaan khasnya.
Semua orang juga menoleh. Termasuk EunHyuk. Ia bahkan tersenyum padaku. Senyum yang rasanya sudah lama sekali tak pernah kulihat.
”Kau datang Yoon? Sendiri saja?”
Ryeo oppa menyapa.
”O.. Aku kesini mau pamit sama Rasya. Soalnya besok aku akan pulang. Sebenarnya dari sini aku akan ke kantor, dan rencananya akan pamit pada kalian disana. Tapi, yah,, sekalian sajalah.”
”Wah.. anak-anak pasti akan terkejut mendengar itu.”
EeTeuk oppa memberiku sebuah kursi untuk duduk.
”Sepertinya tidak juga. Kalian toh buktinya tidak terkejut. Aku kan belum beri tahu siapa-siapa. A.. tapi EunHyuk oppa.”
Eunhyuk oppa memandang Ryeo oppa.
”Aku sudah diberi tahu dia.”
Ucapnya sambil menunjuk Ryeo
”Aku.. aku dengar dari SengHwan saem.”
Ryeo oppa menyahut.
”Aku tahu dari Hyuk.”
Yang ini jawaban Eeteuk oppa.
Sekarang semua menatap Rasya.
”Kau??”
”A..ku.. aku tak sengaja dengar SengHwan saem bicara pada SoMan saem.”
”Tapi aku kan sudah pernah memberi tahumu, Sya.”
Ya, kalau tak salah kan aku pernah memberitahu Rasya rencana kepulanganku ke Indonesia di hari kecelakaan Rasya.
”Jongmalyo? A.. tapi sebelumnya aku sudah tahu. Hehe..”
***
Sesuai rencana, dari rumah sakit aku lalu menuju kantor SM Menangement untuk berpamitan dengan rekan kerjaku lainnya. Sudah cukup lama aku bekerja disana. Sudah banyak orang yang aku repotkan. Tentu saja aku harus berterima kasih.
Tadinya Eeteuk oppa megajakku untuk pergi bareng. Tapi kutolak mentah-mentah. Aku tak siap untuk satu mobil dengan EunHyuk oppa saat ini. Masalahnya, aku belum benar-benar membenahi perasaanku padanya.
Nah, selasai pamitan di kantor SM, aku kemudian menuju hotel tempat Ricky menginap.
Aku akan menyerahkn tiket untuk lusa padanya. Kupikir akan lebih baik kalau kita pegang masing-masing saja tiketnya.
Aku tak tahu ada yang menungguku disana
=============
Rasya's Side
Tinggal dirumah sakit memang benar-benar menjemukan. Kau bayangkan saja setiap hari selama dua puluh empat jam hanya berada diruang yang sama. Melihat hal yang sama. Mencium aroma menyengat yang sama. Dan dari semua itu yang paling kubenci adalah saat sunyi seperti sekarang ini. Membuatku memikirkan hal-hal yang tak ingin kupikirkan.
Teringat lagi kejadian dihari aku kecelakaan. Percakapan Ryeo oppa dan EunHyuk oppa yang tak sengaja kudengar membuat hatiku perih. Lalu disaat sebuah truk hendak menabrak EunHyuk oppa. Saat itu aku benar-benar takut kehilangan dia. Saat itu aku sadar betapa aku sayang dia. Betapa aku takut sesuatu yang buruk menimpanya. Bagaimana kalau EunHyuk oppa tertabrak? Bagaimana kalau ia mati. Aku benar-benar ketakutan saat itu hingga bertindak sok berani menyelamatkannya yang berakibat disinilah aku saat ini. Tapi sungguh, aku tidak menyesal. Aku justru senang. Aku bisa menyelamatkan orang yang amat berharga bagiku, orang yang begitu kusayang, tentu aku bahagia. Tapi ada satu lagi yang kusadari kini. Aku juga ingin EunHyuk oppa bahagia. Bahagia berarti ia harus berjalan dijalannya.
Tok.. tok..
”Masuk.”
EunHyuk oppa yang masuk kemudian membuatku kaget.
”Lho, oppa. Bukannya tadi oppa pulanng bareng EeTeuk oppa, Ryeo oppa dan Yoon onni?”
Ya, tadi mereka berempat memang menjengukku. Yoon onni akan pulang kenegaranya tak lama lagi. Hanya tinggal dua hari lagi. Jadi ia berpamitan pada kami.
”Tidak, aku tadi hanya mengantar mereka kebawah. Oh iya tadi aku beli ini diluar.”
EunHyuk oppa mengangkat kantong berisi buah jeruk.
”Mau makan?”
Senyum EunHyuk oppa mengingatkanku pada wajah tak percayanya saat Ryeo oppa mengatakan bahwa Yoon onni akan pulang kenegaranya.
”Oppa...”
Astaga. Apa yang kulakukan?
”Ya??”
Lihat, oppa menoleh. Sekarang apa yang akan kukatakan.
”Eung.. Naega.. Naega noreul choa..yo! Aku suka oppa.”
Oh s***!!! Stupid me!!!
”Nae??”
Tuh kan. Oppa jadi binggung. Bener-bener deh aku!! Ah bodohnya...
”Naega.. Aku sayang oppa. Kalau oppa, bagaimana?”
Aduduh.. salut deh sama aku. Tak tahu setan apa yang buat aku bertindak sejauh ini.
EunHyuk oppa kemudian menarik sebuah kursi kedekatku dan duduk disana. Tepat disampingku.
”Rasya ya! Kau serius?”
Aku hanya mengangguk.
”Tapi kurasa kau juga suka pada EeTeuk hyung,, KangIn Hyung,,”
”Anyo! Tidak. Maksudku, aku memang suka mereka, juga. Tapi ini beda..”
EunHyuk oppa menatapku beberapa saat..
Beberapa saat..
Sekarang sudah cukup lama kurasa.
”Oppa??”
”Aku, kurasa akupun juga menyayangimu.”
Oh sial. Mata itu. Bukan ini yang kuharapkan. Aku benci mata itu.
===========
To Be Continue
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Rasya masih saja menutup matanya. Padahal sudah lewat 3 hari gadis kecil itu terbaring ditempat tidur rumah sakit. Bulu matanya yang panjang terlihat begitu pilu dimatanya yang terkatup rapat.
=======
“Aniyo, oppa. Sungguh, tak ada rasa yang seperti kau harapkan itu.”
Rasanya nyaman berada dalam pelukan oppa. Tapi juga menyakitkan. Aku tak kuasa lagi menahan air mataku. Semuanya tumpah. Bagai air bah yang terus membasahi pipiku.
Saat membuka mata, aku sempat bingung memperhatikan sekeliling. Semuanya tampak asing bagiku. Tapi kemudian, bau antisepik yang menyengat, serta suasana sekelilingku yang serba putih menyadarkanku bahwa saat ini aku berada dirumah sakit.
Kepalaku sakit. Badanku sakit. Sakit semua rasanya. Aku tetap memperhatikan sekelilingku. Sepi. Hanya suara jam yang berdetak. Jarumnya menunjukkan pukul 2 tepat. Tapi karena ruangan yang terang karena sinaran lampu, aku yakin ini dini hari. Rada takut juga. Tapi kemudian aku menangkap sosok yang menenangkanku tengah berbaring disofa tak jauh dari tempat ku berbaring kini.
Itu Yoon-ooni. Ia tidur pulas sekali.
”Syukurlah Rasya sudah sadar. Jadi lusa kita bisa pulang ke Indonesia. Kalau harus pulang besok, kau pasti akan lelah banget.”
Saat bangun, aku sudah berada diapartemenku. Matahari sudah tinggi. Tapi enggan bergerak. Malas banget beraktifitas hari ini. Tapi sadar aku masih pakai baju yang kemarin, aku memutuskan untuk bersih-bersih diri dulu.
Ternyata Kiki. Ia membawa kantung yang lumayan besar.
=============
Tinggal dirumah sakit memang benar-benar menjemukan. Kau bayangkan saja setiap hari selama dua puluh empat jam hanya berada diruang yang sama. Melihat hal yang sama. Mencium aroma menyengat yang sama. Dan dari semua itu yang paling kubenci adalah saat sunyi seperti sekarang ini. Membuatku memikirkan hal-hal yang tak ingin kupikirkan.
Teringat lagi kejadian dihari aku kecelakaan. Percakapan Ryeo oppa dan EunHyuk oppa yang tak sengaja kudengar membuat hatiku perih. Lalu disaat sebuah truk hendak menabrak EunHyuk oppa. Saat itu aku benar-benar takut kehilangan dia. Saat itu aku sadar betapa aku sayang dia. Betapa aku takut sesuatu yang buruk menimpanya. Bagaimana kalau EunHyuk oppa tertabrak? Bagaimana kalau ia mati. Aku benar-benar ketakutan saat itu hingga bertindak sok berani menyelamatkannya yang berakibat disinilah aku saat ini. Tapi sungguh, aku tidak menyesal. Aku justru senang. Aku bisa menyelamatkan orang yang amat berharga bagiku, orang yang begitu kusayang, tentu aku bahagia. Tapi ada satu lagi yang kusadari kini. Aku juga ingin EunHyuk oppa bahagia. Bahagia berarti ia harus berjalan dijalannya.
EunHyuk oppa kemudian menarik sebuah kursi kedekatku dan duduk disana. Tepat disampingku.
===========
To Be Continue
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Comments
Post a Comment