[Cerbung] Apple for Sam ; Chapter 3

Chapter 3


Setelah melalui penyelidikan yang cukup ribet, akhirnya Sey tahu bahwa Pak Putra, penanggung jawab klub yang ia ketuai adalah sahabat Bibi alias Pak Aditya. Maka Sey kini sungguh bersyukur sudah dengan senang hati bergabung dalam klubnya kini. Setidaknya kalau bisa akrab dengan Pak Putra, Sey berharap juga bisa akrab dengan sahabatnya.
Dengan langkah yang amat ringan, kini Sey berjalan menuju ruang klub. Matanya terus tertuju pada sebuah apel yang ia pegang. Ada apa dengan apel? Karena, berkat penyilidikan yang sudah ia lakukan pada informan terpercaya, apel adalah buah yang begitu disukai Bibi. Oleh sebabny –entah dimana hubungannya- Sey berpikir untuk juga mulai mencintai buah merah itu.

Sekitar dua meter lagi Sey tiba diruang klub. Tapi tiba-tiba Sey berhenti melangkah. Ia terpaku didepan sebuah ruang yang terbuka sedikit pintunya. Ternyata itu ruang kantor Bibi. Ruangan itu kosong. Dan berkat hasutan setan yang tiba-tiba saja muncul di kepala, Sey kemudian menyelinap masuk.

Cukup lama Sey berdiri membantu. Memperhatikan sekitarnya, menerka tempat duduk siapa saja yang ada di ruang itu berdasar pada papan nama diatas masing-masing mejanya. Detik berikut, seolah tersadar akan tindakan bodoh yang ia lakukan, Sey buru-buru menghampiri pintu keluar. Tapi belum juga sempurna kakinya melangkahi ambang pintu itu, Sey berbalik, masuk lagi. Ia meletakkan apelnya di atas meja Bibi lalu keluar dengan senyum full mengembang di wajahnya.

Sejak saat itu, Sey jadi punya satu lagi rutinitas baru. Dengan tidak meninggalkan kegiatan hariannya “menunggu Bibi pulang kerja” di café depan kampus, kini Sey juga rajin meletakkan apel setiap pagi di atas meja kerja Bibi.


“Sey!! Makin lama kea-nya lo makin gila aja deh.”

Rana tak habis piker medengar penuturan Sey soal kegiatan barunya.

“Ya… abis gua bisa apa lagi, coba?”

Ada isyarat penuh tanya di mata Sey.

Dan Rana tahu, itu artinya Sey sudah mulai terjebak dengan perasaannya sendiri kini.

“Lo bilang langsung aja sana. Dari pada kea begitu. Tahu itu apel dari lo juga enggak kali dia.”

Rana ikutan bingung bagaimana harus memberi saran terbaik.

“Tapi gua takut, Ra!”

“Apa?? Takut apaan? Takut IPK lo bermasalah gara-gara itu? Punya hak apa dia?”

Rana benar-benar nggak nyangka jawaban demikian akan terucap dari mulut seorang Sey.

“Ra, lo tau donk beda umur Bibi ma gua? 10 tahun..”

Sey beralih menatap jalan dihadapannya. Jadi, bisa dipastikan ia tak menyadari anggukan kepala Rana.

Oh iya, saat ini dua gadis itu sedang duduk manis di café depan kampus sambil menunggu Bibi-nya Sey pulang.

“Dia 29 sementara gua 19”

Sey melanjutkan ucapannya. Kali ini sambil menatap gelasnya yang sudah separoh kosong.

“Di umurnya yang segitu, pastinya dia sudah berpikir sangat serius buat berumah tangga donk ya Ra? Dan gua? Kuliah aja belum kelar. Gua takut, kalau gua bilang gimana perasaan gua, di bakal langsung blokir jalannya karna anggap gua enggak cukup serius.”

“Jadi lo merasa lo udah sangat serius? Atu lo mau mundur sekarang?”

Rana menatap Sey serius.

Yang ditatap malah mengalihkan pandangannya. Ia sama sekali tak bisa menjawab. Sey hanya bisa menghela napas panjang. Sebenarnya pertanyaan seperti itulah yang selalu ia tanyakan pada dirinya sendiri. Tapi hingga kinipun ia belum temukan jawabannya.

Tepat pada saat itu seseorang melintas di jalan yang Sey perhatikan. Seseorang yang Sey tahu pasti siapa. Orang yang dari tadi ia tunggu lewatnya. Ya, selalu hanya lewatnya.

“Besok gua bakal kasi langsung apel ke Bibi.”

Ucapan Sey yang tiba-tiba kontan membuat Rana tersedak. Bercampur kaget dan bingung, ia hanya bisa geleng-geleng sambil berharap yang terbaik buat Sey.

♥♥♥

Pagi-pagi sekali Sey sudah tiba di kampus. Setelah meditasi panjang semalaman, akhirnya ia teguhkan hati untuk memberi apel kepada Bibi secara langsung hari ini. Sey tak tahu bagaimana ia akan memberikannya, atau apa yang harus ia katakana nanti. Modal nekat sajalah, piker Sey.

Sambil berjalan pelan ala siput dan dengan berkali-kali menghela napas, Sey menuju kantor Bibi.

“Sey? Pagi benar kamu?”

Sey kaget mendengar namanya di panggil. Spontan ia memutar badannya kearah datangnya suara.

“Pak Putra??”

Lebih kaget lagi saat di lihatnya Pak Putra ada di hadapannya kini.

Entah kenapa, Pak Putra justru orang yang paling tidak ingin ia temui sekarang. Mungkin karena orang itu adalah teman dekat Bibi. Jadi Sey merasa makin terbebani bila bertemu dengannya.

“Wah, kebetulan sekali saya ketemu kamu. Hari ini dan untuk beberapa hari kedepan saya tidak bisa ke klub dulu ya. Jadi saya minta tolong kamu sepenuhnya untuk mengawasi kegiatan klub kita ya.”

Pak Putra berkata sambil mengimbangi langkah Sey.

Sadar akan ekspresi tak paham yang disampaikan Sey, ia lantas menjelaskan.

“Teman saya akan menikah dalam waktu dekat ini. Jadi saya ceritanya lagi bantu dia sibuk-sibuk.”

Pak Putra tersenyum.

Biasanya Pak Putra punya senyum yang cukup baik. Tapi hari ini Sey merasa tak enak melihat senyum itu. Feeling berkata ada sesuatu yang buruk. Amat buruk.

“Tee-man bapak?”

Sey bertanya kikuk.

“Ya, teman saya. Pak Aditya. Oh iya, dia juga ada titip undangan buat kamu. Aduh, saya enggak nyangka kalian saling kenal.”

Doeengg….

Dunia Sey runtuh seketika. Meditai yang ia lakukan semalam seolah sudah menguap tak berbekas. Tak ada lagi ketenangan.

Selanjutnya Sey tak tahu persis apa yang terjadi. Dia hanya tersenyum dan melihat Pak Putra berlalu.



==========================
To Be Continue


Prolog
Chapter 1 
Chapter 2

Chapter 3
The Last Story


♥♥♥

Comments

Popular Posts